Saturday, 30 September 2006
Sneevlit membawa Komunisme ke Hindia
Monday, 25 September 2006
Lahirnya dan bubarnya RIS
Berbicara konflik Indonesia-Belanda 1945-1949, sebenarnya kan berkaitan dengan proses dekolonisasi. Sejak tahun 1945, ketika Belanda kembali ke Indonesia, targetnya kan jelas. Yaitu Belanda angkat kaki, tapi dengan legowo dan tidak meninggalkan permusuhan. Waktu awalnya perundingan tawar-menawar tidak jauh dari pidato Ratu Wilhelmina 7 Desember 1942, yaitu Belanda berkuasa lagi sebagai kolonialis tapi bukan dengan gaya sebelum perang dan yang penting janji kemerdekaan itu ada. Tapi kapan ?. Kepastian ini amat sumir. Makanya rakyat bersenjata tidak bisa terima. Meskipun kedua pemerintah berusaha agar tidak saling bunuh, tapi suasananya sudah bersifat konflik bersenjata. Pokoknya "No War no Peace"lah. Karena ditekan Inggris, Indonesia-Belanda ahirnya berunding dan berunding lagi. Ketika Hoge Veluwe, pada bulan April 1946 itu kenyataan yang engga bisa dihindari bahwa undang-undang dasar Belanda tidak mungkin memberikan konsesi lebih jauh dari itu, disamping Belanda akan menyelenggarakan pemilihan umum pada bulan Mei 1946. Perimbangan politik yang mendukung Kolonial jalan terus atau bubar amat tipis.(PvdA tidak keberatan Kolonial angkat kaki dari Indonesia, sedangkan KVP ditambah kaum liberal yang tidak mau rugi mengharapkan bisa bertahan terus). Cilakanya kaum pro Kolonial menang tipis sehingga Beel naik jadi Perana Menteri. Makanya Belanda terus mendatangkan pasukan ke Indonesia. Gencatan senjata yang terjadi pada bulan September-Oktober 1946 itu bukan Armitice tetapi Truce atau sekedar penghentian permusuhan semata. Untungnya atas persetujuan parlemen Belanda, dibentuk komisi jenderal yang ketuanya adalah mantan Perdana menteri Schermerhorn (dari PvdA). Komisi Jenderal itu tugasnya sebagai delegasi Belanda untuk berunding dengan delegasi Indonesia, kalau perlu dengan Presiden Soekarno. Sebagai penengah Inggris mengirim diplomat kawakannya, Lord Killearn. Maka pada bulan Oktober dan November 1946, diadakanlah perundingan Indonesia Belanda di Jakarta dengan puncaknya di Linggajati Kuningan Jawa Barat. Hasilnya Belanda mengakui R.I (yang diproklamir tanggal 17 Agustus 1945) secara defakto meliputi Jawa dan Sumatera. Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat yang akan mengambil oper seluruh bekas jajahan Hindia Belanda dan dibentuknya suatu Uni Indonesia-Belanda dimana ketuanya adalah Ratu Belanda. Hasil perundingan ini yang berbentuk persetujuan, diparaf pada tanggal 15 November 1946. Pihak Indonesia tidak mendapat halangan berat untuk meratifikasi dalam sidang KNIP (februari 1947), tapi di Belanda perundingan parlemen cukup alot. Makanya yang muncul hasil perundingan November 1946 yang ditambah dengan penjelasan-penjelasan akibat interpretasi sepihak. Sampai saat ini para sejarawan Indonesia dan Belanda menganggap adanya dua macam hasil perundingan Linggajati. Yang pertama yang telah diparaf tahun 1946 dan yang kedua setelah diolah oleh parlemen Belanda itu yang dikenal sebagai "Linggajati yang disandangi".Tapi ahirnya pada 25 Maret 1947 Persetujuan Linggajati jadi juga ditanda tangani. Tapi suasana ini sudah tidak sebaik tahun 1946. Bau mesiu sudah menyengat sekali. Aksi Polisionil Belanda yang pertama yang dimulai tgl 21 Juli 1947, tidak mendatangkan kemajuan berarti, makanya Indonesia-Belanda berunding lagi. Sekarang ditengahi PBB yaitu yang namanya Komisi Tiga Negara (KTN terdiri dari Australia, belgia dan Amerika Serikat). Tempat perundingan diatas kapal Amerika USS Renville. Perundingan dilanjutkan di Kaliurang Yogyakarta. Beel mantan Perdana Menteri Belanda diangkat menjadi Wakil Mahkota Belanda. Meskipun pangkatnya lebih tinggi, tapi resminya kan menggantikan van Mook sebagai penguasa Hindia Belanda. Konsep tokoh KVP ini adalah Pemerintahan Interim dimana Belanda masih berkuasa. Kapan itu berahir ?. Karena dianggap pihak R.I, sudah tidak mungkin diajak berunding lagi, maka diadakanlah Aksi Polisionil Belanda ke II yang tujuannya meniadakan R.I. Ibukota Yogya diserbu pada tanggal 19 Desember 1948. Sekarang dunia yang memprotes dan menganggap Belanda melakukan agresinya. Resolusi dikeluarkan sehingga tercapai gencatan senjata lagi. Ada 4 tempat Belanda-Indonesia berkonflik secara diplomatik dan Militer. Pertama dalam perdebatan diplomasi dalam sidang PBB antara Palar dan Dr Coa Sek In dengan van Roijen. Yang kedua secara militer di Jawa dan Sumatera pada basis-basis gerilya antara Soedirman dan Spoor. Yang ketiga di Bangka antara Hatta sebagai pimpinan bangsa mantan Peradana menteri dengan pihak Belanda (tentu saja Beel) termasuk dengan kedatangan Perdana menteri Drees pada bulan Januari 1949. Ini ditengahi KTN dengan Tokohnya Cocran (Amerika Serikat), Heremans (Belgia) dan Critchly (Australia). Dalam hal Bangka BFO (permusyawaratan negara Federal) dengan ketuanya Anak Agung Gde Agung bermain sangat manis. Seyogyanya mereka merupakan alat Beel untuk menggolkan sistim pemerintahan interim, tapi justru berhasil berunding dengan para pemimpin RI di Bangka yang memunculkan rencana menyelenggarakan Konperensi Inter Indonesia. Beel gagal total sehingga minta mundur. Sedangkan Jenderal Spoor mati misterius. Yang keempat adalah PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) dengan ketuanya Sjafroedin Prawiranegara. Dengan adanya PDRI yang menerima mandat saat Yogya diserang, maka pemeritah RI tetap eksis sehingga, Soedirman punya dasar untuk terus bergerilya. Demikian pula Palar dan Coa Sek In tetap bisa berdebat dengan van Roijen di New York sehingga PBB yang kini merubah KTN menjadi UNCI (United Nation Comission for Indonesia) dapat terus mendesak kedua pihak untuk berunding. Atas tekanan Amerikalah, Belanda (antara lain berkaitan dengan Marshal Plan) harus menerima resolusi PBB guna memulai perundingan Meja Bundar di Den Haag. Tapi sebelum itu Pemerintahan R.I harus dikembalikan lagi ke Yogya. Mengawali Konperensi Inter Indonesia, diadakan pernyataan Bersama Roem-Roijen sebagai wakil Soekarno-Hatta dan Pemerintah Belanda. Ketika Sjafroedin Prawiranegara mengembalikan mandatnya dengan lebih dahulu tentara Belanda ditarik dari wilayah Republi kemudian Bung Karno dan Bung Hatta kembali ke Yogya. Maka Pemerintahan R.I pun berlaku kembali. Setelah Konperensi Meja Bundar yang berlangsung pada Agustus 1949, maka terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat. Soekarno diangkat sebagai Presiden RIS dan Hatta sebagai Wakil Presidennya merangkap Perdana menteri. Mereka dilantik pada Bulan Desember 1949 sebelum berlangsungnya Penyerahan Kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Republik Indonesia ada sejak tanggal 17 Agustus 1945, Tetapi RIS baru ada sejak Desember 1949 atau resmi sebagai negara berdaulat pada tanggal 27 desember 1949 itu. Demikianlah kenyataan sejarah R.I dalam struktur yang kita kenal sampai sekarang. Tanpa mau menutupi, umur RIS tidak lama karena secara sepihak RI telah meniadakannya dengan kembali kepada negara kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Friday, 15 September 2006
61 TAHUN RAPAT RAKSASA IKADA
INDONESIA MERDEKA
Pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi hari bertempat dimuka rumah dijalan Pegangsaan Timur no.56 telah diadakan upacara PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA. Dalam peristiwa ini Ir Sukarno dihadapan rakyat Jakarta Raya membacakan teks Proklamasi yang berbunyi : Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan KEMERDEKAAN INDONESIA, hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Peristiwa ini dapat berlangsung berdasarkan musyawarah para pemuka rakyat dari seluruh Indonesia menjelang pagi hari dirumah Laksama Maeda jalan Imam Bonjol no.1[1] Jakarta, yang berpendapat bahwa telah tiba saatnya untuk menyatakan kemerdekaan itu. Mengingat lembaga dimana para pemuka rakyat Indonesia ini bergabung pada zaman Jepang bernama PANITIA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA (disingkat PPKI) maka dapat dikatakan lembaga inilah yang kemudian bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan tindak lanjut amanat PROKLAMASI. Pada tanggal 18 Agustus 1945 bertempat digedung BP7 sekarang[2], Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengambil keputusan, mensahkan dan menetapkan UUD dasar negara Republik Indonesia. Isi UUD ini yang utama adalah membentuk Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan ditangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu PPKI melaksanakan pemilihan Presiden dan wakil Presiden yang dalam hal ini secara aklamasi disetujui Bung Karno sebagai Presiden dan Bung Hatta sebagai wakil Presiden. Selain itu ditetapkan pula bahwa untuk sementara waktu Presiden dibantu oleh sebuah Komite Nasional (KNI). Pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI menetapkan adanya 12 Kementerian dalam Pemerintahan NKRI dan pembagian daerah menjadi 8 Propinsi yang dikepalai seorang Gubernur. Setiap Propinsi dibagi dalam Kresidenan yang dikepalai oleh seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu oleh Komite Nasional daerah. PPKI berhubung dengan semangat baru dalam alam kemerdekaan, secara singkat kemudian disebut PANTIA KEMERDEKAAN (PK) [3]. Dalam sidangnya tanggal 22 Agustus 1945 PK membentuk Komite Nasional, Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat. Anggota KNI pusat (KNIP) dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 oleh Presiden Sukarno.bertempat digedung Kebudayaan (sebelumnya bernama gedung Komidi sekarang gedung Kesenian). Dalam sidang KNIP malam hari telah terpilih Mr Kasman Singodimedjo sebagai ketua, Sutardjo Kartohadikusumo sebagai wakil ketua I, Mr.J.Latuharhary sebagai wakil ketua II dan Adam Malik sebagai wakil ketua III. Pada tanggal 31 Agustus 1945, atas perintah Presiden dikeluarkan maklumat Pemerintah yang berisi, berhubung dengan pentingnya kedudukan dan arti KNI untuk memusatkan segala tindakan dan susunan persatuan rakyat maka gerakan dan persiapan PNI untuk sementara waktu ditunda dan aktivitasnya harus dicurahkan kedalam KNI. Kabinet pertama (Presidensiel) baru terbentuk pada tanggal 5 September 1945 dimana Bung Karno bertindak selaku perdana menteri dan sejumlah pemuka ditunjuk sebagai menteri dalam 12 Kementerian yang disebut diatas. Pemerintahan ini juga memiliki 4 orang menteri negara dan 4 pimpinan lembaga lainnnya yaitu, Ketua Mahkamah Agung, Jakasa Agung, Sekretaris Negara dan Juru bicara negara.
IBUKOTA JAKARTA
Daerah Jakarta Raya dizaman Jepang berbentuk daerah khusus kota besar (Tokobetsu) dan Soewiryo menjabat wakil walikota. Pada saat kemerdekaan tahun 1945 Soewirjo mengambil alih jabatan walikota tersebut kemudian menunjuk Mr Wilopo sebagai wakilnya. Meskipun Pak Wirjo begelar Walikota namun dia lebih dikenal sebagai Bapak Rakyat Jakarta. Sebagai orang yang berkecimpung lama dalam Pemerintahan Kota aktifitas beliau amat khusus. Kantornya dibalai kota jalan Merdeka selatan Jakarta sekarang. Saat Proklamasi 17 Agustus 1945 dipegangsaan timur 56, Pak Wiryo bertindak selaku ketua panitia mempersiapkan dan menyelenggarakan acara tersebut. Ketua KNI Jakarta Raya adalah Mr Mohammad Roem. Pengurus pusat Komite Nasional dan cabang kota Jakarta serta pengurus besar PNI berkantor dibekas gedung Jawa Hokokai (sekarang gedung Mahkaman Agung disamping Departemen Keuangan lapangan Banteng Jakarta). Gedung milik RI inipun dipergunakan sebagai tempat rapat-rapat kabinet yang pertama. Setelah 17 Agustus 1945, berita Proklamasi dari Jakarta segera menyebar kseluruh tanah air melalui media elektronik (saat itu radio dan kontak-kontak telegrafis) dan cetak maupun dari mulut kemulut. Dengan sendirinya timbullah reaksi spontan yang amat bergelora. Akibatnya selama bulan Agustus dan September 1945 telah diadakan berbagai kegiatan massa seperti rapat-rapat regional wilayah maupun rapat-rapat lokal ditingkat kecamatan-kelurahan atau pada tempat-tempat berkumpul lainnya. Rapat wilayah kota Jakarta yang cukup besar terjadi pada ahir bulan Agustus 1945. Yaitu rapat rakyat dalam rangka menyambut berdirinya KNI yang bertempat dilapangan Ikada. Setelah rapat bubar, sebahagian massa mengadakan gerakan pawai berbaris mengelilingi kota dengan mengambil rute Ikada, Menteng Raya, Cikini dan Pegangsaan Timur. Dimuka rumah Pegangsaan Timur 56, Presiden Sukarno dan Ibu Fatmawati serta sejumlah menteri menyambut[4].
RAPAT RAKSASA IKADA
Kegiatan rakyat seperti ini menarik perhatian pihak Jepang dan khawatir akan menimbulkan hal-hal yang berlawanan dengan dengan ketentuan penguasa Jepang sesuai instruksi sekutu[5]. Maka pada tanggal 14 September 1945 dikeluarkan larangan untuk berkumpul lebih dari 5 orang. Ditambah larangan untuk melakukan kegiatan-kegiatan provokasi yang memunculkan demonstrasi melawan penguasa Jepang. Padahal saat itu sedang dipersiapkan sebuah rapat yang lebih besar dan sudah bersifat rapat raksasa yaitu Rapat Raksasa Ikada. Ide pertama rencana tersebut, datangnya dari para pemuda dan mahasiswa dalam organisasi Commite van Actie yang bermarkas di Menteng 31 Jakarta[6], untuk mengadakan peringatan 1 bulan Proklamasi pada tanggal 17 September 1945. Gagasan ini didukung oleh Pak Wirjo selaku walikota Jakarta Raya dan ketua KNI Jakarta Raya, Mr Mohammad Roem. Maka dengan serentak Pemuda-Mahasiswa menyelenggarakan persiapan teknis berbentuk panitia. Lebih lanjut kemudian mereka mengkomunikasikan rencana tersebut pada pimpinan rakyat tingkat kecamatan (saat itu bernama Jepang, Siku) maupun kelurahan. Akibatnya berita ini menyebar amat luas sampai keluar Jakarta. Tapi rencana ini tidak dapat segera terlaksana karena Pemerintah Pusat menolak menyetujuinya dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya bentrokan fisik dengan tentara Jepang yang masih berkuasa yang seperti dikatakan diatas, sudah befungsi sebagai alat sekutu. Melihat situasi ini pihak panitia kemudian memundurkan acara menjadi tanggal 19 September 1945 dengan harapan Pemerintah mau menyetujuinya Menurut Pemuda-Mahasiswa Rapat Raksasa ini amat penting. Karena meskipun gaung Kemerdekaan sudah menyebar kemana-mana sejak Proklamasi, namun rakyat belum melihat terjadinya perubahan-perubahan nyata ditanah air. Misalnya hak dan tanggung jawab Pemerintah belum nampak dalam aktifitas kenegaraan sehari-hari, apalagi kalau dikaitkan dengan amanat Proklamasi. Maka Rapat Rksasa amat perlu untuk menggambarkan bahwa NKRI memiliki legitimasi sosial-politik dengan cara mempertemukan langsung rakyat dan pemerintah.. Dan dalam kesempatan ini diharapkan rakyat mendukung Pemerintah RI yang merdeka dan berdaulat. Mungkin Presidenpun akan memberikan komando-komandonya. Dalam perkembangan selanjutnya meskipun telah diadakan pertemuan antara panitia dan Pemerintah tetap tidak dicapai kata sepakat. Ahirnya pada tanggal 19 September 1945 tiba juga. Sejak pagi hari rakyat yang sudah yakin akan diadakan rapat raksasa tersebut sejak subuh pagi hari berduyun-duyun mendatangi lapangan ikada dan berkumpul membentuk kesatuan massa yang amat besar. Untuk menenangkan massa rakyat ini, pihak Pemuda-Mahasiswa mengajak bernyanyi. Atas usaha panitia, telah siap sistim pengeras suara yang cukup memadai, ambulance kalau-kalau diperlukan ada yang membutuhka pertolongan medis, dokumentasi yang dilaksanakan oleh juru foto dari kelompok ikatan jurnailistik profesional maupun amatir serta camera man Berita Film Indonesia (BFI). Pihak penguasa Jepang yang melihat derasnya arus rakyat yang menuju Ikada dan telah berkumpulnya massa yang besar, memanggil para penaggung jawab daerah Jakarta. Pak Wiryo dan Mr Roem mendatangi kantor Kempetai dan berusaha menjelaskan maksud dan tujuan dari berkumpulnya rakyat di Ikada dan mengatakan gerakan spontan ini hanya bisa diatasi oleh satu orang yaitu Presiden Soekarno sendiri. Tapi pihak Jepang tidak mau mengambil resiko dan mengirim satuan tentara yang dilengkapi kendaraan lapis baja. Penjagaan segera dilaksanakan oleh pasukan bersenjata dengan sangkur terhunus dilengkapi peluru tajam. Sementara kabinet Pemerintah RI tetap menolak. Bahkan ada berita kalau Presiden dan kabinetnya kalau perlu akan bubar. Mahasiswa segera mengambil inisiatip. Mereka mendatangi Presiden Soekarno pagi subuh tanggal 19 September 1945. Dijelaskan bahhwa Jepang tidak mungkin akan bertindak keras karena sesuai dengan tugas`sekutu, amat berbahaya bagi keselamatan kaum interniran[7]. Selain itu tentara Jepang akibat kalah perang telah kehilangan semanngat. Nampaknya Presiden mau diajak kompromi dan berjanji akan membicarakannya dalam rapat kabinet pagi hari.
RAPAT KABINET
Pada tanggal 19 September 1945 pagi hari memang berlangsung rapat kabinet untuk membicarakan antara lain akan dibentuknya Bank Negara Indonesia. Rapat yang sedang berlangsung digedung ex Jawa Hokokai[8] tidak kunjung selesai juga sampai waktu telah menunjukkan pukul 16.00. Para Pemuda-Mahasiswa mendesak terus agar Presiden segera berangkat ke Ikada. Mereka mengatakan bahwa tidak akan bertanggung jawab kalau masa berbuat sesuatu diluar kontrol, padahal rakyat hanya menginginkan kedatangan para pemimpinya untuk menyampaikan amanat sebagai kelanjutan Proklamasi. Sebagai jaminan Pemuda-Mahasiswa akan menjaga keselamatan para anggota kabinet tersebut. Ahirnya Presiden Sukarno mengambil keputusan akan ke Ikada. Bagi para anggota kabinet lainnya yang berkeberatan dipersilahkan untuk tidak ikut. Namun nyatanya semua yang hadir dalam gedung ex Jawa Hokokai dengan kendaraan masing-masing juga menuju Ikada. Presiden Sukarno dikawal Pemuda-Mahasiswa dengan menggunakan mobil menuju lapangan Ikada dengan lebih dahulu mampir di Asrama Prapatan 10 Jakarta karena akan bertukar pakaian. Ketika Presiden tiba rombongannya ditahan oleh sejumlah perwira Jepang utusan dari Jenderal Mayor Nishimura yaitu yang dipimpin oleh Let.Kol Myamoto. Jelas ini bukan Kempetai dan menggambarkan Jepang memakai kebijaksanaan lunak. Dalam pembicaraan tersebut Presiden menjamin akan mampu mengendalikan massa meskipun nampaknya massa rakyat sudah siap bentrok fisisk. Hal ini dapat terlihat dimana rakyat yang mempersenjatai diri dengan bambu runcing, golok, tombak dan sebagainya[9].
PIDATO 5 MENIT
Ternyata Presiden hanya bebicara tidak lebih dari lima menit lamanya. Yang isinya : Percayalah rakyat kepada Pemerintah RI. Kalau saudara-saudara memang percaya kepada Pemerintah Republik yang akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan itu, walaupun dada kami akan dirobek-robek, maka kami tetap akan mempertahankan Negara Republik Indonesia. Maka berilah kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk kepada perintah-perintah dan tunduk kepada disiplin. Setelah pidato Presiden selesai rakyat yang sudah bertahan di Ikada selama lebih dari 10 jam ahirnya bubar dengan teratur tampa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Padahal kalau diperhitungkan massa yang besar tersebut sudah bersifat ancaman (prediksi) terjadinya konflik fisik yang mungkin dapat memunculkan pertumpahan darah yang tidak terkira. Nampaknya semua pihak puas. Rakyat puas atas kemunculan Presiden dan para menterinya. Demikian pula Pemerintah senang karena dapat memenuhi tuntutan pemuda mahasiswa. Lebih-lebih Jepang yang terhindar dari sikap serba salah. Rupanya mereka takut mendapat sangsi pihak sektu kalau tidak mampu mengatasi keadaan Jakarta dari keadaan yang teteram dan damai.
ARTI DAN MAKNA RAPAT RAKSASA IKADA 19 SEPTEMBER 1945.
1. Sebagai titik pangkal dukungan politik dan kesetiaan rakyat secara langsung atas telah berdirinya NKRI pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai realisasi amanat Proklamasi, rakyat kemudian melakukan pemindahan kekuasaan dari tangan Jepang termasuk pengambil alihan semua fasilitas pemerintahan.
2. Kesetiaan rakyat ini merupakan awal dari gerakan mempertahankan kemerdekaan selanjutnya. Tindakan yang segera dilakukan adalah pengambil alihan fasilitas militer dari Jepang. Dan setelah September 1945, muncullah perlawanan bersenjata rakyat terhadap kaum penjajah diberbagai daerah seperti, pertempuran Surabaya, disekitar Jakarta, Bandung lautan Api, pertempuran 5 hari di Semarang, di Magelang, Ambarawa, di Palembamg, di Medan dan masih banyak lagi.
3. Pihak sekutu yang wakil-wakilnya sudah mulai berdatangan ke Indonesia, melihat bahwa informasi Pemerintah Hindia-Belanda dipengasingan tidak benar bahwa Pemerintah RI yang baru berdiri hanya semata-mata bikinan Jepang atau merupakan boneka Jepang. Pemerintah RI adalah Pemerintah sah yang legitimate yang didukung rakyat. Dan rakyat Indonesia tidak bersedia untuk dijajah kembali. Kekhawatiran pihak sekutu terutama pada keselamatan ratusan ribu kaum interniran yang berada dipedalaman. Mereka masih bertanya-tanya langkah apa yang terbaik yang harus dilakukan. Melihat kepatuhan rakyat dalam Rapat Raksasa Ikada ini kepada Soekarno, mereka mengambil sikap untuk mengajak kerja sama pemerintah RI dalam penyelesaian pengangkutan Jepang dan evakuasi para interniran dan mengumpulkannya di Jakarta. Panitia kerja sama Inggris-Indonesia ini dalam tahun 1946 resmi bernama PANITIA OEROESAN PENGANGKUTAN DJEPANG DAN APWI (POPDA).
[1] Dizaman Jepang bernama jalan Myakodori
[2] Jalan Pejambon, disebelah gedung Pancasila sekarang.
[3] Osman Raliby, Documenta Historica, 1953, hal 15
[4] Berita Film Indonesia no.2 tahun 1945.
[5] Setelah Jepang takluk tanggal 15 Agustus 1945, resminya yang berkuasa adalah sekutu sebagai pemenang perang dunia ke 2. Tanggal 8 September 1945 mendarat di kemayoran dengan payung sejumlah perwira sekutu. Dan tanggal 16 September 1945, tiba di Tanjung Priok sejumlah kapal perang sekutu dipimpin Laksamana Peterson. Diatas kapal bendera Cumberland, ikut sejumlah pejabat sipil dan militer Belanda.
[6] Commite van Actie mula-mula bermarkas di Prapatan 10, kemudian pada tanggal 25 Agustus 1945 pindah ke Menteng 31.
[7] Tugas sekutu adalah melucuti Jepang dan mengevakuasi APWI (Allied Prisoner of War).
[8] Sekarang gedung Mahkamah Agung Lapangan Banteng Jakarta
[9] Sebenarnya rakyat Jakarta bukan sama sekali tidak terlindungi. Pada tanggal 22 Agustus 1945 telah terbentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat). Dalam badan ini bergabung tenaga professional ex PETA, HEIHO, kaum para militer seperti KEIBODAN, SEINENDAN, disamping pemuda-mahasiswa yang sudah terlatih dibidang militer dizaman Jepang. Selain itu sudah sempat dikumpulkan sejumlah senjata dan munisi kalau-kalau Jepang akan menggunakan kekuatan militernya. Pimpinan BKR Jakarta adalah ex`Shudancho Mufraini Mukmin.
Monday, 11 September 2006
RRI 61 TAHUN
Sunday, 10 September 2006
MPERINGATI SUMPAH PEMUDA 28 OKTOBER 1928 UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA
Foto : Seinendan, Organisasi kepemudaan dizaman Jepang
Saturday, 9 September 2006
Apa yang terjadi pada awal september 1945 ?
BINTANG RATNA SUCI & RAPAT SAMUDRA
Barang siapa yang tak kenal Soekarno, maka dia tidak kenal Indonesia. Meskipun pemimpin Indonesia ini sudah lama tiada, tapi sosoknya tidak habis-habisnya dibicarakan orang. Setelah buku “Sukarno File”(terjemahan Indonesia terbit 2005), yang yang ditulis Prof Dr Antonie CA Dake, maka ber-taburan kembali buku-buku lainnya yang sejalan maupun berlawanan dengan Sukarno File itu. Sebentar lagi kita merayakan 61 tahun Rapat Samudra Ikada pada tgl 19 September 2006. Tidak banyak yang menyadari bahwa dalam rapat tersebutlah, sesungguhnya pamor Soekarno sebagai pemimpin Indonesia tidak bisa dipungkiri lagi. Tapi kehebatan Sokerno juga mengalami jatuh ba-ngun prestasi dan popularitas serta nama harumnya didalam negeri dan luar negeri. Sebelum perang orang hanya mengenalnya sebagai pendiri PNI dan Singa Podium yang anti Kolonial. Pemimpin Indonesia ini saat itu sudah bukan main terkenal. Namun kemudian menjadi sirep karena dibuang ke Ende dan Bangkahulu selama 8 tahun. Dia muncul kembali dalam propaganda fasis Jepang. Saat itulah Kaisar Hirohito memberi hadiah “Bintang Ratna Suci” ketika berkunjung ke Jepang pada bulan Desember 1943. Tampak pada foto pertama ketika Soekarno membacakan laporannya dalam sidang Chuo Sangi In ke VI. Dia menyematkan bintang itu pada dada sebelah kiri. Hal ini kurang nyaman dimata kaum nasionalis yang anti fasis dan itulah sebabnya muncul gelar kolaborator. Demikian pula kaum Kolonial yang kabur ke Auatralia. Diantaranya Van der Plas yang berkaok-kaok dan berjanji akan menyeret Soekarno kemeja hijau. Tapi rupanya hal itu tidaklah menjadi halangan bagi para pendukung Soekarno. Kembali pada tanggal 19 September 1945, Soekarno adalah benar-benar pemimpin Indonesia yang didengar suaranya dan dipatuhi perintahnya. Ratusan ribu rakyat berkumpul di lapangan yang kini Monas Timur itu, sudah siap mati meskipun diancam tentara Jepang yang masih komplit memilik persenjataan perang. Ahirnya mereka menurut kata-kata Presiden Soekarno untuk dengan tenang pulang kerumahnya masing-masing. Pada foto kedua, tampak Soekarno berpidato diatas podium yang ditinggikan. Soekarno antara lain berkata : “Walaupun dada kami akan dirobek-robek, kami tetap akan mempertahankan Negara Republik Indonesia. Maka berilah kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk kepada perintah dan tunduk kepada disiplin” (Osman Raliby.Documenta Historica hal 35)
Wednesday, 6 September 2006
60 th yang lalu, Babak baru perundingan Indonesia-Belanda
60 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 25 Agustus 1946, tiba di Kemayoran Lord Killearn duta Istimewa Kerajaan Inggris untuk Asia tenggara. Adapun tugas beliau, adalah menjembatani perundingan Indonesia Belanda. Sebagaimana diketahui melalui undang-undang telah dibentuk di Negeri Belanda apa yang dinamakan Komisi Jenderal. Komisi ini bertugas selaku delegasi resmi Belanda untuk berunding dengan Republik Indonesia. Setelah tiba di Indonesia, langkah pertama yang dilakukan oleh Lord Killearn adalah mengunjungi Ibukota R.I Yogyakarta, pada tanggal 29 Agustus 1946. Di Yogya, beliau diterima oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dirumah kediamannya, dimana ikut hadir Perdana menteri Sutan Sjahrir dan pembesar Republik yang lain. Presiden Soekarno ketika itu sedang cuti disalah satu tempat di Jawa Timur. Juru bicara Lord Killearn menerangkan bahwa maksud Inggris adalah untuk menjadi orang penengah dalam perundingan Indonesia-Belanda, sementara tanggung jawab untuk mencapai penyelesaian terletak dipihak Indonesia dan Belanda sendiri. Hari itu juga Lord Killearn kembali ke Jakarta dengan menumpang pesawat Dakota dari Solo. Perundingan antara Killearn dengan Sjahrir berlangsung satu jam lamanya dan telah menghasilkan 3 hal penting. Pertama Lord Killearn bersedia untuk mengemukakan kepada pembesar-pembesar tentara sekutu di Jakarta, supaya gerakan militer dihentikan. Untuk kepentingan ini, Pemerintah Republik akan mengutus opsir-opsir Tentara Republik Indonesia ke Jakarta. Kedua, Perdana menteri Sjahrir menyetujui untuk mengusahakan secepatnya supaya pengangkutan orang-orang APWI Diselenggarakan kembali. Ketiga, Perdana menteri Sjahrir akan berusaha supaya masyarakat bangsa India dan Tionghoa dalam zaman pergolakan sekarang ini dapat terjamin keselamatannya oleh Pemerintah R.I. (Dikutip dari Osman Raliby, Documenta Historica hal 385). Foto atas, Lord Killearn diplomat ulung Inggris, utusan khusus untuk Asia Tenggara. Foto bawah, Lord Killearn bersama Jenderal Manserg. (RSH)
Saksi bisu berumur 79 tahun
Dua foto diatas memperlihatkan sebuah lokasi ruangan yang sama. Yang pertama dibuat pada tanggal 4 September 2006. Sedangkan disebelahnya dibuat pada tanggal 16 Agustus 1927. Ruangan ini adalah lorong pada lantai atas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang menuju kebagian Ilmu Faal (Physiology). Saksi bisu ini ternyata telah berhasil menyaksikan 2 peristiwa berbeda dengan rentang waktu selama 79 tahun. Pada foto kiri adalah saat Wakil Presiden Jusuf Kalla berkunjung kebagian Faal, berkaitan untuk meresmikan Sasana “Karbol” dalam rangka “Mengenang Pahlawan Nasional Marsda Anumerta Prof Dr Abdulrachman Saleh (dikenal sebagai Pak Karbol)”. Sedangkan foto kanan memperlihatkan saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda ACD de Graeff (1926—1931) meresmikan berdirinya GHS (Geneeskundige Hoogesschool) atau Sekolah Tinggi Kedokteran di Batavia saat itu. Sedikit menceritakan tentang Prof Dr Abdulrachman Saleh. Beliau adalah guru besar pada bagian Ilmu Faal FKUI. Putra ke 3 dari Dr Mohammad Saleh (lulusan Stovia th 1911). Setelah lulus sebagai semi arts pada tahun 1937, mengajar di GHS sampai tahun 1942. Kemudian di Ika Dai Gakko (sekolah tinggi kedokteran dizaman Jepang). Setelah itu sebagai guru besar pada Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta maupun setelah cikal bakal FKUI ini me-ngungsi ke Malang dan Klaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada tahun 1945, bersama dengan Jusuf Ronodipuro, membangun stasiun radio “The Voice of Free Indonesia” Suara Indonesia Merdeka bertempat dibagian Faal FKUI sekarang (merupakan cikal bagkal RRI). Pada tgl 25 Agustus 1945 berbicara Presiden Soekarno dan tgl 29 Agustus 1945 telah pula berbicara Wakil Presiden Mohamad Hatta melalui corong radio ini. Selanjutnya Pak Karbol, mengabdikan dirinya sebagai perwira AURI sampai dengan tahun 1947. Pada tgl 29 Juli 1947, pesawat Dakota yang ditumpanginya ditembak jatuh oleh pesawat P40 Kitty Hawk Belanda didesa Ngoto, Bantul Yogyakarta. Beliau gugur bersama sejumlah awak lainnya. (RSH) .. (lihat artikel Karbol)