Sunday, 12 November 2006

Linggajati, Bukti Keberhasilan Diplomasi

Proses diplomasi yang berlangsung di Linggajati beberapa puluh tahun lalu merupakan hal yang tidak mudah diraih. Oleh karena itu, Gedung Perundingan Linggajati adalah saksi penting dari sejarah diplomasi Indonesia sehingga harus dilestarikan dan disempurnakan sebagai tempat peninggalan bersejarah,."Saya telah bicara dengan Dubes Kerajaan Belanda dan sepakat agar bisa bersama-sama melestarikan gedung bersejarah ini untuk kepentingan kedua negara," kata Menlu Dr. Hassan Wirajuda pada acara peringatan 60 tahun Perundingan Linggajati di kompleks Gedung Naskah Linggajati, Kuningan, Sabtu (11/11).Hadir antara lain Dubes Belanda, Nikolas van Dam, keluarga van Os di antaranya Joty, Cora dan Willem A.A. van Os. Utusan khusus Presiden RI Nana S. Sutresna, S.R. Parvati Syahrir (putri bungsu mendiang Sutan Syahrir), Prof. Dr. H. Rosihan Anwar (saksi hidup perundingan Linggajati yang pada saat itu diperbantukan sebagai staf diplomat senior Inggris Lord Killearn), Wagub Jabar H. Nu'man Abdul Hakim, Kepala Bakorwil Cirebon Tb. Hisni, Bupati Kuningan H. Aang Hamid Suganda beserta undangan lainnya.Menurut Hassan, sebagai museum yang mencerminkan proses sejarah penting dari Republik Indonesia, dirinya sangat menghargai upaya Pemkab Kuningan dengan Pemprov Jabar, Departemen Pariwisata dan Kebudayaan serta Deplu. Ia sepakat untuk bekerja sama untuk menyempurnakan museum Perundingan Linggajati agar menjadi museum yang memadai sebagai pusat sejarah.Hassan mengatakan, apabila Bupati Kuningan dan Wagub Jabar mengklaim Linggajati sebagai tonggak perjuangan kemerdekaan bangsa, dirinya menyatakan Linggajati merupakan saksi penting dari sejarah diplomasi Indonesia yang harus tetap dilestarikan serta dilengkapi sarana dan prasarananya. Diakui telah bekerja sama dengan pemerintah Belanda untuk melengkapi berbagai dokumen penting, termasuk kelengkapan untuk memperagakan display proses perundingan sehingga pengunjung bisa menyaksikan perjalanan sejarah 60 tahun silam. Lebih lanjut Hassan mengatakan, saat ini hubungan bilateral pemerintahan Indonesia dan Belanda sudah berada dalam tahap kematangan sehingga pengalaman masa lalu yang menyakitkan tidak lagi mengganggu hubungan kedua negara. Kebesaran hati masing-masing negara, telah memulihkan hubungan dari semula seteru kini menjadi sahabat.Terkait Peringatan 60 Tahun Perundingan Linggajati, lanjut Hassan, kedua negara sepakat untuk terus meningkatkan kerja sama melalui kegiatan kemitraan komprehensif. Salah satunya adalah pemugaran sejumlah bangunan bersejarah di Linggajati, di antaranya Gedung Perundingan Linggajati dan Gedung Sjahrir. Selain itu, kata Hassan, perundingan Linggajati punya arti sangat penting, yakni diakuinya Indonesia oleh komunitas internasional sebagai negara yang merdeka. Sebelumnya, hanya AS dan Australia yang mengakui kemerdekaan Indonesia. "Sudah jelas, sejarah perjuangan diplomasi Indonesia bukanlah perjuangan yang mudah, karena yang dilawan pada masa itu bukan hanya negeri Belanda, bahkan tatanan internasional yang waktu itu tidak mengakui kemerdekaan RI sebagai hak kita," kata Hassan.Di sisi lain, kata Hassan, piagam PBB yang lahir hampir bersamaan, pada akhir Perang Dunia Kedua belum mengakui bangsa terjajah untuk merdeka. Setidaknya, PBB baru mengakui hak dari bangsa-bangsa terjajah untuk menentukan nasibnya sendiri pada tahun 1960 melalui Resolusi PBB Nomor 1514/1960. "Karena itu kita tidak melawan Belanda, namun melawan sistem internasional yang memang tidak mengakui apa yang diyakini pemimpin dan rakyat kita bahwa, hak kita untuk merdeka. Jadi, kita ini masih harus terus berjuang selama 15 tahun sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 agar kemerdekaan kita diakui oleh dunia internasional," ujar Hassan.Hassan juga menyebutkan, dengan kombinasi perjuangan fisik dan diplomasi selama lima tahun periode Perang Kemerdekaan atau upaya menegakkan kemerdekaan, baru diraih apa yang seperti diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat yang meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Hal senada diungkapkan pula Wakil Gubernur Jabar, Nu'man Abdul Hakim. Dia mengatakan, perundingan Linggajati punya arti penting dalam perjuangan bangsa Indonesia demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.Perundingan Linggajati, kata Nu'man, memberikan contoh bagi kita bahwa konflik bisa diatasi melalui negosiasi bukan dengan kekerasan fisik. Dia pun berharap bisa mewujudkan kampung Asia-Afrika di Linggajati selain di Bandung. "Saat peringatan KAA ke-50 di Bandung tahun lalu, ada rencana membangun kampung Asia-Afrika di Bandung. Rencana yang sama pun ingin saya terapkan di Kuningan," kata Nu'man.Pada kesempatan tersebut undangan juga disuguhi sejumlah kesenian daerah Kuningan dengan kolaborasi angklung, kecapi, suling, rampak gendang dan genjring. Menlu disertai Dubes Kerajaan Belanda Nikolas van Dam, Wagub Jabar, keluarga van Os dan undangan lainnya melakukan peninjauan ke Museum Gedung Linggajati. Masih dalam rangkaian peringatan Perundingan Linggajati, diselenggarakan pula Seminar Nasional Diplomasi dalam Perjuangan Bangsa dengan tema "Reaksentuasi Kekuatan Diplomasi, Sebuah Refleksi Perundingan Linggajati" di Hotel Grage Sangkan. Para pembicara Menlu RI Dr. Hassan Wirajuda, Dr. (HC) H. Rosihan Anwar, Prof. Dr. Anhar Gonggong, Prof. Dr. Leirissa dan Nana S. Sutresna. Sementara di kompleks Gedung Perundingan Linggajati berlangsung kegiatan napak tilas prosesi Perundingan Linggajati. (Pikiran Rakyat)***

No comments:

Post a Comment