Tuesday, 3 April 2007

Wilayah RI Dicaplok Malaysia ?

Jati Diri Jawa Pos, Jumat (30/3/07), berpendapat bahwa salah satu masalah krusial yang menyangkut kedaulatan RI adalah soal perbatasan dengan negara tetangga, khususnya Malaysia. Ketidakpedulian kita merawat Pulau Sipadan dan Ligitan yang divonis Mahkamah Internasional (MI) menjadi milik Malaysia pada 2004 harus menjadi "guru" yang menyadarkan para pemimpin nasional.Karena itu, hentikan saja niat interpelasi anggota DPR kepada pemerintah lantaran pemerintah mendukung DK PBB yang akan memberikan sanksi kepada Iran tentang program nuklirnya. Lebih baik energi dan kepedulian wakil-wakil rakyat diberikan kepada masalah-masalah domestik seperti ancaman pencaplokan wilayah perbatasan RI oleh negara tetangga.Pendapat Jawa Pos itu menjadi relevan lagi karena saat ini memang ada indikasi pencaplokan sebagian daerah perbatasan di Kalimantan Timur (Kaltim) oleh Malaysia. Sekitar 1,5 kilometer perbatasan Kaltim, khususnya di Kutai Barat yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia, terindikasi telah dicaplok menjadi wilayah Malaysia.Itu benar-benar preseden buruk yang memalukan. Lagi-lagi, masalahnya muncul karena kita kurang peduli dan kurang serius menjaga serta merawat daerah perbatasan. Sama dengan ketika kita kehilangan Sipadan dan Ligitan.Kasus-kasus seperti itu tidak lagi hanya menyalahkan negara lain. Tidak bisa hanya menyalahkan Malaysia. Kita harus bertanggung jawab atas daerah tumpah darah bangsa dan tanah air RI. Belum jelas benar, bagaimana dan mengapa Malaysia sampai bisa mencaplok wilayah perbatasan RI di Kaltim sampai sejauh 1,5 kilometer. Tetapi, tampaknya, Malaysia tidak bisa dituduh sebagai pihak yang ekspansionis.Sangat mungkin kita sendiri yang tidak telaten, tidak teliti, dan lengah dalam menjaga tanah air bangsa Indonesia di daerah perbatasan. Misalnya, lengah menjaga rambu-rambu tapal batas. Membiarkan tanda atau rambu-rambu rusak atau hilang, sehingga Malaysia bebas menentukan wilayahnya menurut versi pemerintahnya. Kalaupun Malaysia terbukti bersalah -memang mencaplok sebagian wilayah Kaltim-, kita juga ikut bertanggung jawab. Mengapa? Sebab, kita membiarkan Malaysia sampai bisa mencaplok wilayah perbatasan.Berarti, aparat penjaga perbatasan kecolongan. Mereka tidak tangkas menjalankan tugas, sehingga Malaysia sampai bisa mencaplok perbatasan RI.Karena itu, wakil-wakil rakyat di parlemen harus segera datang dan melihat sendiri daerah perbatasan di Kutai Timur yang dicaplok Malaysia. Anggota DPR harus bisa membuktikan apa sebenarnya yang terjadi di daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia tersebut.Mereka perlu segera membuat rekomendasi apa yang seharusnya segera dilakukan pemerintah RI untuk merebut kembali wilayah perbatasan yang dicaplok Malaysia itu. Menata wilayah perbatasan, merawat, dan menjaganya jauh lebih penting daripada ramai-ramai mempersoalkan dukungan RI kepada DK PBB untuk memberikan sanksi untuk Iran tentang program nuklirnya.Sinyalemen Jawa Pos diatas, rupanya menggelitik perasaan bangsa Indonesia. Mungkinkah kita memiliki rasa bernegara yang pantang dijajah oleh siapapun sebahagian atau secara menyeluruh ?. Persaan itu rupanya paling optimal cuma saat Republik Indonesia baru Merdeka, kira-kira pada bulan September 1945. Foto diatas menggambarkan. Dimana-mana ada coretan yang menentang invasi kekuatan asing. Pada Trem Jatinegara-Kota ini tertulis kata-kata "Better to the Hell than tobe Clonize again" Mungkin kita perlu meniru Jati Diri Bangsa Indonesia saat itu.

No comments:

Post a Comment